Subscribe

Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

3.13.2009

Dewi Guru Seks

Bermula dari 25 tahun silam, ketika pertama kali aku menginjakkan kaki di Surabaya. Sebagai seorang pemuda perantau yang masih lugu, aku ke pulau Jawa untuk melanjutkan studi dan mengadu nasib. Paman dan Bibi yang tinggal di sebuah kota kecil LM sebelah timur Surabaya sudah dikirimi telegram untuk menjemput aku, namun karena komunikasi yang kurang lancar, sehingga kami tidak bertemu. Dengan berbekal alamat rumah Paman, aku memutuskan untuk langsung berangkat ke kota LM dengan menggunakan bis kota.

Tiba di kota LM sudah menjelang sore hari, dan dalam keadaan lapar aku menuju ke rumah Paman, namun ternyata Paman dan Bibi sudah sejak pagi berangkat ke Surabaya untuk menjemput aku. Berkat kebaikan tetangga (karena sudah diberitahu Bibi mengenai kedatangan aku) Pak Edy dan istrinya Bu dewi (keduanya berusia sekitar 45 tahunan), aku diberitahu untuk tinggal sementara di rumah mereka. Disinilah awal dari inti kisah nyata aku.

Bu dewi sebagai umumnya wanita Jawa setengah baya dan kebetulan belum dikarunia momongan selalu memakai kebaya dan rambutnya disanggul, sehingga penampilan selalu anggun. Bertubuh sekal, pinggul dan pantatnya yang besar, suka tersenyum dan sangat baik.

Malam itu kira-kira jam 19:00 Pak Edy sebagai petugas kantor pos harus lembur malam karena akhir Desember banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Sementara aku karena kecapaian setelah menempuh perjalanan panjang tertidur pulas di kamar yang telah disediakan Bu dewi.

Kira-kira jam 11 malam aku terbangun untuk ke kamar kecil yang ada di belakang rumah, dan aku harus melewati ruang tamu. Di ruang tamu aku melihat Bu dewi sedang menonton TV sendirian sambil rebahan di kursi panjang.
“Mau kemana Dik..? Mau keluar maksudnya..?” tanya Bu dewi lagi.
Karena rupanya Bu dewi tidak mengerti, akhirnya aku katakan bahwa aku mau kencing.
“Ohh.., kalau begitu biar Ibu antarkan.” katanya.

Waktu mengantar aku, Bu dewi (mungkin pura-pura) terjatuh dan memegang pundak aku. Dengan sigap aku langsung berbalik dan memeluk Bu dewi, dan rupanya Bu dewi langsung memeluk dan mencium aku, namun aku berpikir bahwa ini hanya tanda terima kasih.

Setelah kencing aku balik ke kamar, namun Bu dewi mengajak aku untuk nonton TV. Posisi Bu dewi sekarang tidak lagi berbaring, namun duduk selonjor sehingga kainnya terangkat ke atas dan kelihatan betisnya yang putih bulat. Sebagai pemuda desa yang masih lugu dalam hal sex, aku tidak mempunyai pikiran yang aneh-aneh, dan hanya menonton sampai acara selesai dan kembali ke kamar untuk tidur lagi.

Pagi-pagi aku bangun menimba air di sumur mengisi bak mandi dan membantu Bu dewi untuk mencuci, sementara Paman dan Tante belum kembali dari Surabaya karena mereka sedang mencari aku disana. Om Edy sudah berangkat lagi ke kantor, tinggal aku dan Bu dewi di rumah. Bu dewi tetap mengenakan sanggul. Beliau tidak berkebaya melainkan memakai daster yang longgar, duduk di atas bangku kecil sambil mencuci. Rupanya Bu dewi tidak memakai CD, sehingga terlihat pahanya yang gempal, dan ketika tahu bahwa aku sedang memperhatikannya, Bu dewi sengaja merenggang pahanya, sehingga kelihatan jelas bukit vaginanya yang ditumbuhi bulu yang cukup lebat, namun hingga selesai mencuci aku masih bersikap biasa.

Setelah mencuci, Bu dewi memasak, aku asyik mendengarkan radio, waktu itu belum ada siaran TV pagi dan siang hari. Siangnya kami makan bersama Om Edy yang memang setiap hari pulang ke rumah untuk makan siang.

Malam harinya Om Edy kembali lembur, dan Bu dewi seperti biasa kembali mengenakan kebaya dan sanggul, sambil nonton TV. Di luar hujan sangat lebat, sehingga membuat kami kedinginan, dan Bu dewi meminta aku untuk mengunci semua pintu dan jendela.

Pada saat aku kembali ke ruang tamu, rupanya Bu dewi tidak kelihatan. aku menjadi bingung, aku cek apakah dia ada di kamarnya, juga ternyata tidak ada. aku balik ke kamar aku, ternyata Bu dewi sedang berbaring di kamar aku, dan pura-pura tidur dengan kain yang tersingkap ke atas, sehingga hampir semua pahanya yang putih mulus terlihat jelas.

aku membangunkan Bu dewi, namun bukannya bangun, malah aku ditarik ke samping ranjang, dipeluk dan bibir aku diciuminya. Karena aku masih bersikap biasa, Bu dewi membuka kebayanya dan meminta aku untuk mencium buah dadanya yang sangat besar dengan puting hitam yang sangat menantang. aku menuruti dengan perasaan takut, dan ternyata ketakutan aku membuat Bu dewi semakin penasaran dan meminta aku untuk membuka baju dan celana panjang, sehingga tinggal CD, sementara Bu dewi mulai membuka kainnya.

Bu dewi mulai mencium adik kecil aku, dan meminta aku melakukan hal yang sama, dengan mencium vaginanya yang wangi dan merangsang secara bergantian. Sambil mencium vaginanya, tangan aku disuruh meremas buah dadanya yang masih keras dan kadang memilin putingnya yang mulai mengeras, nafas Bu dewi mulai terasa cepat, dan meminta aku untuk membuka CD dan mencium tonjolan daging yang tersembul di mulut vagina. aku melakukan sesuai perintah Bu dewi, dan ternyata terasa basah di hidung aku karena banyaknya cairan yang keluar dari vagina Bu dewi, sementara Bu dewi mendesis dan mendesah keenakan dan kadang-kadang mengejangkan kakinya.

“Uhh.. ohh.. ahh.. ohh.., terus Dik..!” desahnya tidak menentu.
Meriam aku berdiri tegang dan Bu dewi masih mempermainkan dengan tangannya. Sesekali Bu dewi meminta aku untuk mengulum bibir dan putingnya. Setelah puas dengan permainan cumbu-cumbu kecil ini, Bu dewi kembali ke kamarnya dan aku pun teridur dengan pulasnya.

Pagi-pagi Paman dan Bibi yang rupanya telah kembali dini hari menjemput aku, dan rumah Paman dan rumah Om Edy ternyata bersambungan dan hanya dibatasi sumur yang dipergunakan bersama. Setelah berbasa-basi sebentar, dan Bu dewi katakan bahwa aku sudah dianggap anak sendiri, jadi kalau Paman dan Bibi berpergian, aku bisa tidur di rumah Om Edy. Kebetulan Paman pada saat itu sedang menyelesaikan tugas akhirnya di PTN di kota ML.

Kehidupan hari-hari selanjutnya kami lalui dengan biasa, namun kalau sedang berpapasan di sumur kami selalu senyum penuh arti, dan makin lama membuat aku mulai jatuh cinta kepada Bu dewi, senang melihat penampilannya yang anggun. Sebulan kemudian Paman dan Bibi harus ke Ml, dan aku dititipkan lagi pada Om Edy.

Hari itu adalah hari Jumat. Setelah selesai sarapan, Om Edy pamitan untuk ke BTR karena ada acara dari kantor sampai minggu sore, dan meminta aku untuk menjaga Bu dewi. Setelah Om Edy berangkat, aku dan Bu dewi mulai tugas rutin, yaitu mencuci, dan seperti biasanya Bu dewi selalu mengenakan daster, tanpa CD. aku diminta Bu dewi agar cukup memakai CD.

Sambil mencuci kami bercengkrama, ciuman bibir dan mengulum putingnya. aku berdiri menimba air dan Bu dewi jongkok sambil mencium adik kecil aku, atau Bu dewi yang menimba air aku yang jongkok sambil mencium klitorisnya yang sudah mulai mengeluarkan cairan. Ketika kami saling birahi dan sudah mencapai puncak, Bu dewi aku gendong ke kamar. Di ranjang, Bu dewi aku pangku. Sambil mencium leher, samping kuping dan mengulum putingnya (menurutnya kuluman puting cepat membuatnya horny), kemudian Bu dewi mengambil posisi telentang dan meminta aku untuk memasukkan meriam aku yang memang sudah tegang sejak masih berada di sumur.

Karena Bu dewi jarang melakukannya, maka meriam aku perlu dioleskan baby oil agar mudah masuk ke vaginanya yang sudah basah dengan cairan yang beraroma khas wanita. Pahanya dilebarkan, dilipatkan di belakang betis aku, pantatnya yang bahenol bergoyang naik turun. Sambil mencium kedewinya, samping kupingnya, mengulum bibirnya, tangan kiri aku mengusap dan kadang menggigit kecil putingnya atau menjilat leher dan dadanya.

“Teruss.. Dikk..! Tekan..! Huh.. hah.. huh.. hahh.. ditekan.. enakk sekali.. Ibu rasanya.. nikmatt.. teruss.., Ibu udah mau nyampen nih.. peluk Ibu yang erat Dikk..!” desahnya mengiringi gerakan kami.
Sementara itu aku merasakan makin kencang jepitan vagina Bu dewi.
“aku udahh.. mauu.. jugaa.. Bu..! Goyang.. Bu.., goyang..!”
Dan akhir.., pembaca dapat merasakannya sendiri. Akhirnya kami terkulai lemas sambil tidur berpelukan.

Jam 4 sore kami bangun, dan kemudian mandi bersama. aku meminta Bu dewi menungging, dan aku mengusap pantat dan vaginanya dengan baby oil. Rupanya usapan aku tersebut membuat Bu dewi kembali horny, dan meminta aku untuk memasukkan kembali adik kecil aku dengan posisi menungging. Tangan aku mempermainkan kedua putingnya.
“Teruss.. ohh.. teruss.. yang dalam Dik..! Kok begini Ibu rasa lebih enak..!” katanya.
“Ibu goyang dong..!” pinta aku.

Sambil pantatnya digoyangkan ke kiri dan ke kanan, aku melakukan gerakan tarik dan masuk.
“Oohh.. ahh.. uhh.. nikmat Dikk.. terus..!” desahnya.
Akhirnya Bu dewi minta ke kamar, dan mengganti posisi aku telentang. Bu dewi duduk sambil menghisap putingnya.
“Ohh.. uhh.. nikmat Dikk..!” katanya.
Kadang dia menunduk untuk dapat mencium bibir aku.

“Ibu.. udahh.. mau nyampe lagi Dikk.. uhh.. ahh..!” katanya menjelang puncak kenikmatannya.
Dan akhirnya aku memuntahkan sperma aku, dan kami nikmati orgasme bersama. Hari itu kami lakukan sampai 3 kali, dan Bu dewi benar-benar menikmatinya.

Malamnya kami hanya tidur tanpa mengenakan selembar benang pun sambil berpelukan. Dan keesokan harinya kami lakukan hal yang sama seperti kemarin, dan serasa kami sedang berbulan madu, sampai kedatangan Om Edy.

Pengalaman dengan mentor sex aku ini ternyata dikemudian hari ada juga manfaatnya untuk menghilangkan kejenuhan, karena mengajarkan bagaimana melakukan “foreplay” dengan pasangan sebelum sampai pada puncak permainan. Selain itu timbul suatu kelainan dalam kehidupan sex aku, karena hanya menikmati sex setelah melihat atau membayangkan atau melakukan dengan wanita STW yang berkebaya/sanggul atau rambut disasak.

Akhir bulan Februari tahun berikutnya aku harus berangkat ke Jakarta karena akan melanjutkan kuliah disana. Setiap liburan aku menyempatkan diri untuk berlibur di rumah Paman dan bertemu dengan kekasih aku, dan Mentor sex aku Bu dewi yang selalu mengenakan kebaya dan bersanggul. Dan juga apabila ada kesempatan, kami mengulangi permainan sex dengan pola permainan yang sama.

Demikian kisah nyata ini aku persembahkan untuk para pembaca dan akan bersambung pada kesempatan berikutnya, yaitu perjalanan kehidupan sex aku selanjutnya.

Tamat